Jumat, 03 Juni 2016

FESTIVAL BUDAYA SEMARANG, DUGDERAN



FESTIVAL BUDAYA SEMARANG, DUGDERAN  Dugder merupakan suatu kata rangkai dari ‘dug’ dan ‘der’. Suara bedug diucapkan ‘dug..dug..dug’ sedangkan bunyi letusan kembang api / ‘bom udara’ diucapkan ‘der..der’. Dugderan dimakksudkan sebagai sarana hiburan warga serta sarana dakwah Islam. Festival rasa syukur warga Semarang ini berupa tradisi menyambut datangnya bulan Ramadhan, sedangkan penentuan awal puasa oleh Pemerintah Pusat. Tradisi yang dikemas menarik ini berupa upacara ritual budaya, display drumband, karnaval bendi dan mobil hias dalam acara festival 2 hari berurutan. Pada malam harinya diadakan pasar malam dengan beragam mainan anak yang ditawarkan dari mainan tanah liat, mainan dari bambu, mainan dari karton, kapal api tuk-tuk, arena permainan & hiburan serta yang paling khas yakni Warak Ngendok. Warak adalah ‘binatang imajiner perpadauan budaya Jawa + Cina + Arab’ ditampilkan dengan kertas warna – warni dan di bagian bawah diletakkan telur bebek warna merah, hal inilah yang disebut ‘Ngendok’ atau bertelur. Warak Ngendok dengan posisi mulut menganga lebar dan lidah menjulur yang untuk menggambarkan hawa nafsu manusia. Karena itu warak ngendok kakinya dirantai/ dipasung, untuk simbol menahan hawa nafsu selama berpuasa.
Kirab & karnaval Budaya Semarang dimulai pada jam 13.00 dengan rute dari balaikota Semarang – jalan Pemuda – Masjid Agung Semarang ( Kauman ) oleh kereta kencana Bupati Semarang yang diperankan Walikota Semarang diikuti pasukan berkuda, Bendi hias, mobil hias Warak . Sesampai di Masjid Agung Semarang ( Kauman ) pada jam  15.00 dilakukan pembacaan Shukuf Halaqoh oleh Bupati Semarang RMT Aryo Purboningrat yang diperankan oleh Walikota Semarang dan dilanjutkan pemukulan bedug, pembagian kue Ganjelril ‘roti khas Semarang’,  dan air khataman Al Qur’an. Lantas pada jam  16.20 di Masjid Agung Jawa Tengah dilakukan pembacaan Shukuf Halaqoh oleh Bupati Semarang RMT Probo Hadikusumo yang diperankan oleh Gubernur Jawa Tengah dilanjutkan pemukulan bedug dan penyalaan bom udara, yang selanjutnya berlangsung selama bulan puasa sebagai tanda saat Buka Puasa. Karnaval Budaya hari kedua yang memberi perhatian pada ajang pentas anak didik kota Semarang berupa parade drumband, pawai mobil hias dengan rute Simpang Lima – jalan Pahlawan – Taman Menteri Supeno.
Semarang butuh banyak penulis dan penulis penuh waktu yang mendorong acara Dugderan menjadi sorotan media nasional seperti misalnya Grebeg di Jogja dan hari raya Nyepi di Bali. Kedua acara ritual religi di daerah yang mampu menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun manca negara patut dijadikan teladan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar