Minggu, 03 Juli 2016



APAKAH SARUNG BUDAYA LOKAL ?    Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa/tabung. Ini adalah arti dasar dari sarung yang berlaku di Indonesia atau tempat-tempat sekawasan. Dalam pengertian busana internasional, sarung  berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah). Kain sarung dibuat dari bermacam-macam bahan katun, poliester, atau sutera. Penggunaan sarung sangat luas, untuk santai di rumah hingga pada penggunaan resmi seperti ibadah atau upacara perkawinan. Pada umumnya penggunaan kain sarung pada acara resmi terkait baju daerah tertentu
Menurut catatan sejarah, sarung awalnya digunakan suku badui yang tinggal di Yaman. Sarung di Yaman dikenal dengan nama FUTAH, IZAAR. Sarung dari Yaman itu berasal dari kain putih yang dicelupkan ke dalam neel yaitu bahan pewarna yang berwarna hitam. Penggunaan sarung telah meluas, tak hanya di Semenanjung Arab, namun juga mencapai Asia Selatan, Asia Tenggara, Afrika, hingga Amerika dan Eropa. Sarung pertama kali masuk ke Indonesia pada abad ke 14, dibawa oleh para saudagar Arab dan Gujarat. Dalam perkembangan berikutnya, sarung di Indonesia identik dengan kebudayaan Islam. Sarung menjadi salah satu pakaian kehormatan dan menunjukkan nilai kesopanan yang tinggi. Oleh karena itu, sarung sering dikenakan untuk sholat di masjid. Laki-laki mengenakan atasan Baju koko dan bawahan Sarung untuk sholat, begitu pula wanita mengenakan atasan Mukena dan bawahan Sarung untuk sholat.
Daerah penghasil sarung seperti Gresik, Pekalongan, Samarinda, Makasar, Bali dan Majalaya Bandung merupakan cikal bakal pabrik sarung merk Wadimor, Atlas dan Gajah Duduk.. Pada mulanya warga di daerah tersebut membuat kain sarung hanya untuk mengisi waktu luang saja dan hanya untuk kebutuhan sehari – hari keluarga mereka. Kegiatan ini umumnya dilakukan oleh para gadis dan kaum ibu karena kaum hawa ini pada umumnya tinggal di rumah saja menunggu suami mereka yang sedang bekerja di luar. Tetapi seiring dengan perkembangan jaman hasil karya para pengrajin ini banyak digemari tidak hanya oleh penduduk lokal, tetapi juga digemari oleh kalangan luar. Mereka datang dan minta dibuatkan kain sarung tenun sesuai dengan motif yang dikehendaki. 
Sarung untuk pakaian daerah dapat pula dibuat dari bahan tenun ikat, songket, serta tapis. Masing-masing jenis bahan sarung tersebut berasal dari daerah yang berbeda di Indonesia. Sarung dari NTT, NTB, Sulawesi, dan Bali menggunakan bahan yang terbuat dari tenun, sedangkan songket, sangat identik dengan ciri khas adat Minangkabau dan Palembang. Sementara tapis adalah kain khas yang berasal dari Lampung.
Sarung yang terbuat dari tenun menggunakan motif yang sederhana, cenderung lebih bermain warna, Motif kain sarung yang umum adalah kotak – kotak/ garis-garis yang saling melintang.. Sedangkan tapis dan songket, sekilas akan terlihat sama. Motif TAPIS memiliki unsur alam seperti flora dan fauna, sedangkan motif SONGKET terlihat lebih meriah dengan motif yang mengisi seluruh isi bahan. Persamaan keduanya adalah terbuat dari benang emas dan perak.
Daerah Majalaya Kabupaten Bandung sejak dahulu tempat ini terkenal sebagai pusat daerah industri tekstil dari mulai kain mentahan, handuk, industri baju, pemintalan benang, sampai kain sarung. Berbeda dengan jenis tekstil yang lainnya, grosir kain sarung tenun di tempat ini umumnya digeluti oleh penduduk lokal secara turun – temurun. Kebanyakan para pemilik pabrik sarung tenun ini mewarisi usahanya dari generasi sebelumnya. Para “ haji “ pemilik pabrik ini lebih memilih bermain di sarung tenun dari pada sarung printing. Karena untuk jenis sarung printing biasanya proses produksinya tidak cukup di satu tempat dan melalui beberapa tahapan. Mereka mengirimkan kain sarung mentahan yang licin ke pabrik – pabrik printing yang lebih besar untuk di cetak atau di printing. Setelah proses printing selesai, pabrik – pabrik tadi mengirimkan kembali hasil cetakannya ke para grosir tadi untuk diolah menjadi sarung satuan ( dipotong, dijahit, dikasih cap / merk / branding, dikemas ).
Seiring dengan perkembangan jaman dan bermunculannya Alat Tenun Mesin ( ATM ) yang lebih canggih seperti merk Wadimor, Atlasdan Gajah Duduk, tidak jarang beberapa pabrik sarung yang kalah bersaing mengurangi jumlah produksi mereka karena kurangnya permintaan pasokan sarung. Kadang sebuah pabrik hanya beroperasi 3 hari dalam 1 minggu karena stok sarung mereka menumpuk di gudang dan sulit untuk dijual. Melihat fenomena ini beberapa grosir sarung dan konveksi di daerah ini cepat tanggap dalam mengantisipasinya. Kain hasil dari pabrik sarung di daerah ini telah dijual ke  Pekalongan, Bali, Surabaya, Grosir Tanah Abang, Pasar Baru Bandung, Makasar, Medan, Palembang serta di ekspor ke Malaysia, Brunai, dan Singapura

<blog tentang kota, desa, pantai, jawa berisi batik, sarung, kretek, wisata, kuliner, masjid, gereja, candi, agama, festival, budaya, warga terpandang>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar